Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2012

forgive me

it was 10 minutes dad it was 25 hours mom after 4 months be apart you asked me to back home i said "no, please give me a chance, i need time" i need a time mom, dad to be mature to be myself to be adequate to "life" to be pride to be loving and care it's not easy to life alone here but, i try i try till i give up and asked you to carry me on it's feels like a caterpillar looking for feed so, here i am get ready looking for that to know what kind of butterfly i am how shine, how wonderful how lifelike goes on i love you, really your daughter

Baca yang Mana Ya?

Gambar
Ada banyak buku yang bertebaran di kasur single saya beberapa hari terakhir. Ada The Calligrapher's Daughter karya Euginia Kim, Tips & Trik Fantastis bikin Foto Eksotis karya Hasnul Arifin &Yuliansyah, Berkaca di Cermin Retak: Refleksi Konservasi dan Implikasi bagi Pengelolaan Taman Nasional karya Wiratno dkk, Atlantis The Lost Continent Finally Found by Prof. Arysio Santos, Atlas, Kamus Inggris-Indonesia John Echols, sampai buku yang terakhir Allah, Liberty and Love karya Irsyad Manji. Dari Dulu saya memang kebiasaan menyimpan buku di atas bantal kasur. Tujuannya adalah agar saya selalu ingat untuk membaca, bahkan ketika mau tidur sebaiknya membaca dulu. Buku yang saya simpan di kasur genre/ jenisnya berbeda-beda, sesuai dengan mood saya. Tapi yang pasti adalah atlas harus selalu ada disana agar saya selalu ingat dengan mimpi untuk menjelajahi dunia, Amien. Namun, karena banyaknya buku yang saya taruh di atas kasur sering sampai membuat saya kebingungan mau membaca...

Tercerahkan kah?

It's depend on your mind,  Please see me from another side I'm just an ordinary one So, How if i'm not wearing hijab? Sedikit terhenyak saat saya menemukan tulisan ini (  http://sosbud.kompasiana.com/2012/05/17/jilbab-nasibmu-hari-ini/  ) . Apakah yang saya rasakan sama dengan orang lain rasakan? Sejujurnya saya setuju sekali dengan tulisan tersebut. Saya tidak tahu apakah pemikiran ini adalah yang terbaik atau ada pendapat-pendapat lain yang lebih mampu mencerahkan saya? Perlu diakui, pengetahuan religi saya memang masih merangkak. Pesantren atau lembaga pendidikan semacam itu cuma sanggup saya kecap selama dua tahun saja, setelah itu berhenti. Alasannya waktu itu karena saya lebih memilih untuk bermain bersama teman-teman dibanding duduk manis, mengehafal ayat, dsb di ruang madrasah. Namun, keputusan ini saya rasa cukup bijak, mengingat waktu itu saya bahkan belum lulus SD, tapi sudah menentukan pilihan sendiri. Tidak ada yang marah atau melarang, keluarga saya ...