Pengalaman Operasi Tulang Hidung Bengkok

Pengalaman menjalani operasi/ surgery saya alami untuk kedua kalinya tanggal 18 April kemarin. Wuff lagi-lagi masih berhubungan dengan Telinga Hidung Tenggorokan (THT). Sebelumnya 4 tahun lalu, pada bulan Mei 2009 saya menjalani operasi gendang telinga. Operasi ini dilakukan tidak direncanakan. Waktu itu sebenarnya ayah saya yang sedang dirawat dan saya cuma iseng sekalian periksa telinga karena pilek. Ternyata pas dilihat dokternya, gendang telinga saya sebelah kiri sudah bolong. Dokter menyarankan untuk operasi. Jadilah, besoknya saya langsung masuk ruang operasi. 

Narsis di detik-detik mulai operasi, biar semangat.

Sejarah penyakit per-THT an saya memang sudah eksis semenjak saya kecil. Saya ingat sejak SD saya bolak balik ke dokter THT langganan di Belitung, Dr. Hendro. Gejala yang saya rasakan macam-macam, kalau dulu masih kecil suka keluar cairan, kemudian serasa tersumbat, tidak seimbang, sampai kurang mendengar. Dimasa kuliah, parahnya ditambah saya alergi, seperti debu, AC, dan dingin. Begitu juga kalau udara lembab dan sedang lapar (asli beneran) biasanya alergi langsung menyerang. Gejala alerginya sangat menyiksa, biasanya keluar cairan kental dan bening dari hidung, gatal disekitar hidung sampai pangkal mata, pusing, dan keringatan. Kalau sudah kumat tidak ada yang bisa dilakukan selain tiduran. Sediakan tisu yang banyak dan cepat-cepat bikin minuman hangat.

Parahnya kondisi ini ditambah saya suka berenang. Memang dokter dari awal banget melarang saya berenang. Bahkan saya sebenarnya sudah divonis tidak boleh berenang sama sekali. Tapi gimana ya, namanya hobi. Hampir setiap berenang ujung-ujungnya saya ke dokter THT. Jadilah ke dokter THT sudah tidak terhitung lagi. Capek sih..

Setelah menjalani operasi gendang telinga 4 tahun lalu saya kira permasalahan selesai. Selama 1 tahun saya puasa berenang dan mengurangi es. Namun, gejala yang saya rasa juga tidak berkurang. Alergi dingin dan AC sudah berkurang, tapi debu masih. Saya juga sering merasa telinga ada yang aneh. Tiap flu atau pilek pasti saya ke dokter. Selain itu saya selalu merasa was-was, jangan-jangan gendang telinganya sobek lagi. Ahh tidaaak!!

Kekhawatiran saya semakin memuncak ketika dalam kurun Desember 2012- Maret 2013 saya sudah tiga kali bolak balik ke dokter THT. Sebenarnya apasih masalahnya? Konsultasi terakhir dengan dokter THT di Kimia Farma Bogor, Dr. Andi R. Jenie, beliau mengatakan kalau tulang hidung saya yang bengkok memang sebaiknya diluruskan. Agak deg-degan saya ceritakan kondisi tiga bulan terakhir saya ke orangtua. Saya capek bolakbalik ke THT dan mengkonsumsi obat, dan solusi lain memang ada, yaitu operasi.

Alhamdulillah orangtua saya setuju untuk tindakan operasi. Dulu waktu operasi gendang telinga di RS. MMC Jakarta, maka untuk operasi kedua ini kami memutuskan untuk ke RS. Proklamasi khusus THT Jakarta. Dokter yang menangani operasi saya masih sama, yaitu Dr. Adelena Anwar. Dokternya sama karena beliau juga praktek di RS. MMC. Dengan memilih Dr. Adelena saya merasa ini adalah pilihan terbaik mengingat beliau sudah mengetahui riwayat kesehatan saya sebelumnya.

PRA OPERASI

Hari Senin 15 April lalu saya dan kedua orangtua datang ke RS. Proklamasi. Karena dokter yang memeriksa waktu itu dan saya punya jadwal operasi yang tidak match maka pihak RS menyarankan untuk diperiksa oleh dokter yang lain. Ternyata Dr. Adelena ada waktu praktek besok siangnya. Kami menyetujuinya.

Selasa siang saya diperiksa oleh Dr. Adelena. Saya mengatakan keluhan-keluhan saya dan menanyakan kemungkinan operasi. Tak disangka beliau menanyakan hal ini "kamu yakin ini karena hidung bengkok?, kalau ternyata bukan gimana? kalau ternyata memang telinga yang salah gimana?". Wew.. iya juga kata saya dalam hati. Beliau menambahkan "oke, coba kamu cek pendengaran dulu di atas, nanti kita lihat hasilnya. Jangan-jangan memang telinga kamu yang kurang dengar". Saya mengangguk.

Hasil tes pendengaran 1

Hasil tes pendengaran 2

Setelah menunggu sebentar, saya disilahkan untuk menjalani tes pendengaran. Tes pendengarannya ada dua tahap. Pertama, ada semacam alat yang dimasukkan ke lubang telinga. Kedua, telinga saya dipasangkan earphone dan didengarkan suara seperti ring telepon. tuut.. tuut.. begitu. Saya disuruh untuk memencet tombol bila mendengar suara. 

Dokter mempelajari hasil tes pendengaran saya dan bilang oke untuk operasi. Operasi yang dilakukan kata dokternya operasi konstruksi tulang hidung. Jadi yang bengkok diambil. Setelah memcocokkan jadwal antar tim dokter maka keputusan waktu operasi adalah hari Kamis, 18 April pukul 18.00. Angka yang cukup bagus.

Setelah tahu kepastian tanggal, saya sore itu menyempatkan pulang ke Bogor untuk keperluan pengambilan dokumen. Sekalian beres-beres pakaian untuk opname. What a busy time. Halah.

Hasil rontgen

Hari Kamis pagi saya dengan barang-barang persiapan opname tiba di RS. Pagi itu saya dipersilahkan untuk tes darah dan rontgen. Darah yang diambil sebanyak dua tabung reaksi kecil dan untuk rontgen di bagian kepala dan dada. Mulai pukul 12.00 saya diharuskan puasa. Puasanya cukup 6 jam saja. Jadi selama menunggu jam puasa saya puas-puasin dulu makan dan minum, hahhhaa. Saya, Ibu dan Bang Firman pun sampai sempat-sempatnya belanja ke Atrium Senen. Saya makan roti banyak sekali. Roti kan lumayan menahan lapar. Hhehe.

Sekitar pukul 12.30 saya kembali ke RS. Kali ini langsung masuk ke kamar rawat. kamarnya No. 206. Bagitu nyampai kamar, perawatnya langsung menyuruh saya untuk tiduran dan naikin baju sampai ke leher (please ini kebutuhan kesehatan :P). Agak ngeri juga pas liat perawatnya bawa alat yang banyak kabel-kabelnya. Lalu alatnya dipasang di pergelangan kaki dan dada saya. Deg deg deg..  Lalu datang perawat yang lain untuk mengukur tekanan darah saya. Ternyata tekanan darah saya rendah sekali, 90/60. Perawatnya sampai geleng-geleng. Memang sih seharian itu saya rasanya lelah dan deg-degan terus.

Ketegangan terjadi sekitar pukul 14.30. Dr. Adelena sms ke saya mengatakan bahwa hasil tes darah saya tidak bagus. Kami langsung menelepon beliau. Setelah ngobrol ditelepon ternyata leokosit saya rendah, dan dokternya mengatakan kemungkinan  ada virus atau lainnya. Namun beliau akan mengkonsultasikan kondisi saya dengan dokter anestesi memungkinkan tidak dioperasi hari itu atau tidak. 

Whuaah.. Saya tegang sekali. Sudah tekanan darah rendah banget ditambah lagi hasil tes darah tidak bagus. Saya sudah pasrah saja kalau operasinya ditunda ya sudah gpp. Hiks.. perasaan sudah campur aduklah. 

Sambil harap-harap cemas, sekitar pukul 17.00 dokter menyuruh saya untuk tes pendengaran lagi. Kenapa ya? 

Sekitar pukul 18.30 saya dipanggil oleh perawat cowo untuk bertemu dokter anestesi. Aah gila, saya deg degan disko. Iya perawatnya ganteng :). Saat bertemu dokter anestesi beliau keliatan bolakbalik berkas saya, menanyakan berat saya, dan aktivitas olahraga saya. "Saya biasanya jogging dan renang dokter", jawab saya. Beliau masih mempelajari berkas-berkas saya, lalu dateng dua orang pemuda lagi mengenakan baju biru untuk operasi. And you know? both of them are handsome. OMG! "oke, bisa gpp, dia pasti kuat kok" dokter anestesinya bilang begitu. Dua ganteng + perawat ganteng langsung mengiyakan. Ah lega..

Saya kembali ke kamar dan ganti baju biru untuk operasi. Pakai bajunya ga usah pake bra ya kata perawatnya (perawat cewe ini). Tiba-tiba Dr. Adelena datang, "Dek, jam 6 ya mulainya, oia hasil tes pendengarannya  lebih bagus hari ini". "Oh gitu dok, oke", jawab saya. 

SAAT OPERASI

Pukul 18.00 saya sudah dipersilahkan untuk masuk ruang operasi. Guila, ontime banget. "Maaf sus, orangtua saya sedang keluar, tunggu bentar ya". "Oke, jangan lama-lama ya".

Lalu 5 menit kemudian, dari ruang pengeras kamar, "sudah siap belum?". "Wah belum sus, orangtua saya belum dateng, mungkin bentar lagi". "Oke, 10 menit lagi ya". 

Bener deh 10 menit kemudian, Ibu-Bapak saya datang dengan tergesa-gesa. Tanpa ba-bi-bu, saya langsung diantar mereka menuju kamar operasi. Di depan ruang operasi Ibu-Bapak bergantian menyium dan memeluk saya. OHMY... itu rasanya sedih banget. Persis disinetron-sinetron. Beneran. "Hati-hati nak, bedue, kami menunggu di luar" ucapan terakhir Ibu saya. 

Begitu masuk ruang operasi, rasa deg-degan itu masih ada. Mirip perasaan operasi 4 tahun lalu. Saya liat sekeliling, banyak peralatan medis. Ada sekitar 6-7 orang di ruangan itu. Mereka memakai baju warna biru semua, persis seperti saya. Bedanya cuma saya ga pake beha. Saya disuruh naik ke atas tempat tidur operasi. Saya liat lagi sekeliling. Ada lampu terang di atas kepala saya, ada monitor, dan ada dokter yang ganteng itu. Ahh damai rasanya :).

Saya baca bismillah, saya pasrah. Seandainya sesuatu terjadi, saya sudah "mencoba" ikhlas. Terakhir yang saya ingat, dokter cowo mengikat tangan saya ke tempat tidur dan dokter cewe mencari pembuluh darah di

punggung tangan sebelah kiri saya. Setelah itu.. saya tidur. Ohiya, seperti operasi 4 tahun lalu, begitu naik ke tempat tidur, saya sudah menyiapkan mental/ mengikhlaskan/ memasrahkan/ pura-pura ga ingat bahwa bagian atas tubuh kita akan dilihat (oleh dokter ganteng) dan dipasangin alat. Ini salah satu hal yang "berat". 

PASCA OPERASI

Tulang yang dikeluarkan

Sekitar 20.30 operasi selesai. Saya merasa sadar itu setelah berada di kamar rawat. Saya mendengar suara Ibu saya, Bapak saya, Bang Firman, perawat. Lalu saya mendengar suara sahabat-sahabat saya Cita, Nike, dan Nurmadiah datang. Subhanallah sekali mereka ini, datang jauh-jauh dari Bogor dan menengok saya pas selesai operasi. Managemen waktu yang baik. Haha.

Saya mendengar seluruh percakapan yang terjadi di kamar itu. Saya mendengar, tapi tidak mampu merespon. Saya merasa sulit bernapas, saya begitu sadar sudah langsung bernapas melalui mulut. Hidung saya totally dipasangin tampon dan ditutup perban. Saya merasa sangat haus.

Suster bilang "nanti jam 10, sudah boleh dikasih minum". Alhamdulillah kata saya dalam hati. 

Teman-teman yang datang mulai rempong.

"Foto yuk-foto yuk?" 

"Yuk, kamu di sini sen"

"Bucil, jangan disitu nutupin kak ubo"

"Bo, senyum bo"

"Iya kak, senyum dong, lagi foto nih"

"KAMPRET" umpat saya dalam hati. gw denger kali semuanya, sayang aja ga bisa bales. Hah!

Menjelang pukul 10 malam.

"Eh jarinya gerak tuh"

"Eh iya, iya"

"Mau apa Bo?"

"Nak ape dek?"

"Minum mak". 

Ah akhirnya bisa keluar kata itu. Akhirnya saya minum dengan sedihnya setetes demi setetes menggunakan sedotan. 

Kondisi pascaoperasi

Malam itu, saya dan tiga teman tadi nginep di kamar opname dengan kondisi saya setengah sadar. Sekitar pukul 02.00 pagi saya berasa mau pipis. Dengan rempong saya sukses pipis sambil megangin impus. FYI.

Keesokan harinya, saya sudah bisa ngomong lancar dan sudah agak nyaman bergerak. Tidak enaknya hidung yang disumbat dan harus napas melalui mulut. Maka, hai para pembaca. Nikmatilah makanan yang ada selagi bisa. Karena Anda belum tau gimana itu rasanya makan, minum, napas, dan berbicara hanya melalui 1 lubang, mulut. Rempong.

Tapi kondisi ini masih lebih baik dibanding keadaan pascaoperasi gendang telinga. Dulu, begitu sadar dari operasi yang terasa kepala berat, karena setengah kepala ditutup perban. But, dua-duanya ga enak. Enakan sehat wal afiat, yuk jaga kesehatan :).  

Mulai pagi itu dan hari-hari setelahnya mas perawat ganteng selalu memantau saya. Nganterin makan, nyiapin obat minum, gantiin perban, sampai nyuntikkin obat. Another fun selain Jewel Stars yang di hengpon. Aktivitas saya itu-itu saja. Makan, main Jewel Stars, nonton TV, ke kamar mandi, disuntikkin obat, ngenet, dan nungguin mas perawat ganti perban. Halah. Ohiya, nemenin yang ngejenguk.

Disuntikkin antibiotik

Daftar obat

Akhirnya, Pas setelah mandi ria, Minggu sekitar pukul 11 siang, Mas perawat bilang kalau perban hidung saya sudah bisa dibuka dan Dr. Adelena sudah datang.  Hyeyh. Sama Dr. Adel saya dipersilahkan untuk duduk dikursi pasien. Mas perawat menyiapkan peralatan dan memanggil suster poly. Perban saya dibuka, lalu tampon yang menyumbat lunag hidung kanan saya ditarik. "Ini rasanya kurang enak ya Dek, kamu tahan"

Tampon ditarik. OMG!!! rasanya sampai ketenggorokan sakitnya. Bressshh. Airmata saya mulai keluar. 

Perih sekali rasanya. Saya liat ke monitor. Lubang hidung bagian dalam terlihat sudah agak lapang. Dokter lanjut ke lubang bagian kiri. OOHHMMGG!! sakitnya lebih dahsyat. Sesaat saya serasa menelan darah. Mas perawat sigap melap darah yang menetes dari hidung saya. AAhh... Lalu dokter juga menggunakan alat hisap untuk menghisap darah yang menggenang di dalam hidung. Terakhir mengambil kapas yang menyumbat telinga sebelah kiri saya. 

Alhamdulillaaaaah... Plong plong plong.

"Jadi Dek, telinga kamu itu ngga ada masalah. Yang bermasalah memang tulang hidungnya dan ternyata ada konka yang besar sekali di sana. Saya bilang ke dokter lain, pasti ini anak suka susah napas" jelas Dr. Adel.

"Oh gitu dok, iya memang saya suka flu gitu Dok", jawab saya. 

Dokter menuliskan resep dan menjadwalkan hari kontrol saya.

Saya dan Ibu kembali ke kamar. Beres-beres sambil nunggu mas perawat nganterin obat dan berkas administrasi. 

Rangkaian operasi selesai sudah. Rabu kemaren saya kontrol dan alhamdulillah hasilnya baik. Kontrol selanjutnya di Bogor aja. Mudah-mudahan ini pengalaman terakhir saya di bidang surgery. Hopely no more sickness di THT saya. No more antibiotics, no more drugs. Amieeen. 

Thank to everybody who came to the hospital. Cita, Husen, Bucil, Ka Fahmi, Menyeng, Mba Ndah, dan semua support maupun doa dari kawan-kawan terkasih. LUVUOL.