Postingan

Self Healing dengan Menulis

Dulu, dulu sekali aku pernah berfikir bahwa karir terbaik seorang wanita adalah menjadi Ibu Rumah Tangga (IRT) dan memiliki usaha sendiri. Kalau jaman sekarang itu istilahnya adalah Work from Home Mom. Keinginan tersebut bahkan pernah aku tuliskan di status FB (masih ada ya FB?) berikut, Kala itu aku masih super single dan happy student yang ngga pernah expect bahwa someday in the future I will be a Mom.. seperti.. sekarang. Being a Mom nya udah dari malaikat kecil nan lucu bernama baby Adam (4 bulan) namun apakah Work from Home nya udah? Well ini yang masih diperjuangkan. Sebenarnya sebelum menikah dan punya anak, aku memang sudah merintis beberapa usaha kecil ya sebut aja UKM yang sesuai dengan kesukaan, interest, dan bidang aku. Bagi yg sudah tau gpp ya aku cerita lg. Pertama, usaha tanaman hias khusus kaktus dan sukulen bernama Mekarflora. Kedua, Produk-produk Asmara yaitu gula aren semut, lada putih, dan madu. Ketiga, usaha dagang barang bangunan. Hmm kl dipikir-pikir ya lumay

Engkau Sitti Nurbaya!

Sudah lama sekali aku tidak menulis, tapi kali ini rasanya tidak bisa ditahan lagi. Novel Sitti Nurbaya Kasih Tak Sampai yang aku selesaikan dalam seminggu terakhir sungguh memberi pengajaran yang mendalam dan membuat gatal kalau tidak dituangkan ke dalam tulisan. Selama ini yang aku ketahui dari roman Sitti Nurbaya karya agung Marah Roesli ini  dikenal sebagai simbol perkawinan paksa. Perkawinan paksa antara seorang anak gadis belia umur 16 tahun dengan Datuk Maringgih yang sudah sepuh, lalim, dan lagi tamak. Tapi.. justru nilai-nilai yang aku peroleh lebih dari itu, diantaranya bukti kasih sayang dan kepatuhan seorang anak kepada orangtuanya. Diceritakan bahwa Sitti Nurbaya sebenarnya sudah mempunyai tambatan hati, yaitu Samsulbahri. Anak laki-laki dari ayah keturunan bangsawan dan Ibu keturunan yang biasa. Nurbaya dan Samsulbahri bersahabat sejak kecil, satu sekolah, dan bahkan rumahnya bersebelahan. Sedangkan Nurbaya sendiri Ibunya sudah meninggal dunia sejak kecil dan bes

Menyapa Negeriku Ende, NTT.

Gambar
Malam yang dingin diantara perbukitan Kampung Wolobheto menemaniku bercakap-cakap dengan diri sendiri. Malam itu adalah malam pertama saya dan tim bermalam di salah satu rumah penduduk. Terisolasi dari kegaduhan dan sinar lampu yang menyilaukan. Kamar tempat saya berbaring hanya diterangi lampu teplok. Temaram, tapi saya merasa aman, kelambu tipis dan kasur, serta sarung tidur yang saya bawa jauh dari Belitung menghangatkan. Sesekali terdengat suara babi yang diternakkan Bapak pemilik rumah di kolong rumahnya, menemani malam yang penuh kenangan. Kami bertujuh, sekarang tim tujuh serangkai, salah satu dari tim Menyapa Negeriku, telah tiba dengan selamat dan bersemangat di Desa Kebesani, Kab. Detukeli, Ende, NTT. Kami akan berkegiatan di sini dari tanggal 1 sampai dengan 5 Desember 2015. Kami yang dinyatakan terpilih untuk mengikuti kegiatan dari Kemenristek Dikti i ni tidak berhenti bersyukur atas kesempatan yang diberikan. Pary, Wahyu, Anto, Robin, Nisa, Nadia dan saya

Three Countries in 11 Days

Gambar
  Prague!  Good evening from Budapest, yes again after I left this beautiful city for 11 days. I spent those days to visit Czech Republic, Poland, and Slovakia in a row. Thank God everything was Ok, the only problem I had was I lost one of my shirt. I had totally no idea where did I put it. Impossible if somebody stole it, hahaha.   Anyway, it such a great time for me to visit those countries. Day by day passed so fast. I didn't even pause to think what was the date or what was the day? the more important thing was check the temperature of the days and remember that the sun goes down at 4 pm.   On the first day, it was 27th of November we left Budapest heading to Bratislava, Slovakia. OMG, Me and my friend, Barbara almost lost the bus. We arrived in the bus station right five minutes before the bus leave. In Europe everything is on-time. If the ticket says at 7 am, it must be departure at 7 am. Not even a minute, really. At first this on-time habit was ha