Indonesia ku kini


Indonesia, negara merdeka tempat aku lahir, besar, dan tumbuh selama ini. Negara yang dulu aku banggakan karena perjuangannya dalam menuntut kemerdekaan dari bangsa Belanda dan Jepang. Negara yang dulu dikenal sebagai gudangnya ilmu pengetahuan dan basic pendidikan. Negara yang dulunya disegani karena kekayaan alam yang melimpah ruah, hingga dikenal sebagai negara yang mampu menyatukan segala perbedaan SARA dalam "Bhinneka Tunggal Ika".

Namun, semenjak aku mengenal dunia luar, hidup di perantauan, mempunyai akses informasi yang luas, segala yang ingin aku ketahui hanya memerlukan ketikan jari, dan pergaulan dengan teman-teman yang luas ternyata cukup mampu membuatku kehilangan rasa bangga atas negeri ini.

Rasa jengah terus bermunculan dari hari ke hari. Pemberitaan yang marak dengan satu tema "bobroknya negeri ini" terus meracuni pikiran: pergilah, pergi dari negara ini. Tak ada yang bisa diharapkan. Masa depan dipastikan tidak secerah harapan. Alih-alih pikiran itu pergi, namun rasanya makin hari makin nyata saja.

Inikah dampak dari pembodohan masal oleh penjajahan selama berabad-abad?

segala aspek kehidupan sudah jauh dari nilai-nilai ketulusan dan kejujuran. Politik, hukum, agama, kebebasan berekspresi, kesehatan, olahraga, etnik, semuanya sudah tidak ada yang normal. mulai dari kasus Munir, Bank Century, Gayus, Bachdim, NH, susu formula hingga yang terakhir pemutaran film2 Hollywood yang dikenakan pajak yang tidak masuk akal.

apa yang bisa diharapkan dari negeri ini? semua pihak dirasa ingin mengambil keuntungan, kehormatan, lempar batu sembunyi tangan, mengkambinghitamkan orang lain, hukum bisa di beli, pemutarbalikkan fakta, hingga maraknya skenario kasus. lucunya negeri ini..

Dilain pihak, mahasiswa sebagai generasi penerus bangsa mulai dicekoki oleh paham-paham bobrok pemerintah. Nuansa politik sudah sangat terasa di kampus-kampus. Mulai dari pemilihan ketua BEM lah, Mapres lah, dan lainnya. Suatu hari saya pernah dimintai fotokopi kartu tanda mahasiswa (KTM) oleh teman saya, katanya untuk mendukung calon ketua BEM pilihannya. Terang saja saya menolak. Mengenal calonnya pun tidak, kenapa harus saya dukung? apa hanya dengan fotokopi KTM yang terkumpul banyak mencerminkan bahwa si calon memang layak dipilih? ah sungguh tidak masuk akal.

Layaknya petinggi-petinggi yang masih putih di atas sana mulai memikirkan generasi yang akan meneruskan pemerintahan. Memilih SDM yang benar-benar tidak mementingkan perut dan kehormatan. agar negara ini bisa bangkit dan mulai mementingkan kemajuan bersama.

Semoga Soekarno dan pahlawan-pahlawan kemerdekaan RI tenang di alam sana dan tidak menuntut untuk dikirim lagi ke Indonesia untuk memperbaiki negeri ini.





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengalaman Operasi Tulang Hidung Bengkok

A Long Road to Get Drivers License in NC

Padang Bulan dan Cinta di Dalam Gelas