Terapi rendam kaki elektrik useless?

Based on true story.
Hari ini saya mencoba jenis terapi kesehatan baru. Sedang rame-rame di Belitong sekarang muncul tekhnik terapi baru, yaitu rendam kaki elektrik. Rasa penasaran menuntun saya untuk mencoba terapi tersebut. Begitu juga dengan terapi ceragem yang sempat saya coba, sebenarnya tidak ada sakit atau keluhan yang serius, cuma penasaran saja.

Tempat terapinya tidak terlalu jauh dari rumah saya, di daerah Tanjungpandan. Sekitar pukul 14.00 saya kesana. Terlihat hanya ada satu ibu-ibu yang kakinya sedang direndam. Saya pun langsung nimbrung. Saya dipersilahkan duduk di bangku plastik santai dan dianjurkan untuk bersandar. Terapis langsung menyiapkan wadah baskom yang berisi air dan semacam perangkat anode-katode di dalam wadah tersebut.

Waktu terapisnya sekitar 30 menit. Sambil merasakan sensasi terapi saya disuguhi segelas aqua. Sambil diminum ya kata bapaknya. Ohya sebelumnya jam tangan saya disuruh lepas. Sekitar 3 menit setelah kaki saya direndam, air yang semulanya jernih mulai berubah warna, kuning, kuning bata, bergelembung, dan membentuk semacam lapisan minyak. Kata bapak terapisnya, "kolesterol tuh, pasti sering makan babat atau bakso". "Oh iya Pak, tapi kalau jeroan sih Saya ga makan Pak, kalau bakso iya sering" jawab saya.

Makin lama air  rendaman berubah lagi menjadi hijau kehitaman, minyak-minyaknya juga makin banyak. Wew makin bergidik saya melihatnya. Segitu banyaknya kah racun di tubuh saya.

Ibu-ibu yang datang semakin ramai, mereka pun menakjubi air rendaman kaki saya. Paling pekat berwarna, haha

Seperti biasa, di tempat seperti ini selalu ada kisah suksesnya. Ibu-ibu di depan saya, sudah di kali ke12nya terapi. "Banyak perubahannya kulit saya menjadi licin, halus, trus sekarang juga tidur lebih nyenyak", kata beliau. Ibu-ibu yang lain menambahkan, "Saya setiap habis terapi selalu merasa lapar, ya sudah deh pulang-pulang langsung makan". Hah ada ya hubungannya?

Sudah sekitar 30 menit, saya tanya ke Bapak terapis. "Pak kok airnya berubah warna ya? sekarang kok jadi hijau begitu Pak?" tanya saya. "Selain kolesterol, kamu juga punya asam lambung, maag", jawab Beliau.

Hmm.. saya jadi mikir, sejak kapan Saya punya maag?
Wah salah diagnosis nih.
Baiklah dengan gamang saya meninggalkan tempat terapis tersebut setelah membayar Rp. 10.000. Memang tarifnya segitu sih :P

Lagi-lagi seperti biasa, saat menemukan hal unik baru saya suka browsing. Jadilah saya oprek-oprek gugel setiba di rumah. Banyak web yang menawarkan alat terapis beserta harganya. Lihat-lihat lagi ternyata ada yang membahas tentang penipuan alat ini, seperti di http://www.eriktapan.com/2006/05/fw-detox-kaki-terapi-atau-penipuan.html

Saya pun mulai membanding-bandingkan ulasan tersebut dengan pengalaman pribadi. Saya akhirnya menemukan kejanggalan. Di awal proses terapi, semua baskom rendaman menunjukkan warna yang sama, kecoklatan. Kemudian Bapak terapisnya mengatakan bahwa kondisi netral pasien memang air rendamannya berwarna cokelat, lha?
Kesalahan diagnosis juga membuat saya ngeh, rasa-rasanya saya tidak mengonsumsi jeroan, tapi disangka busa yang keluar adalah kolesterol saya yang mencair. Lalu, saya juga didiagnosis punya asam lambung tinggi atau maag. Ini lagi.. InsyaAllah jangan sampai deh.

Ibu-ibu di sebelah Saya juga sempat bingung saat didiagnosis terapisnya sering mengalami pegal-pegal dan kesemutan. "Jarang ah saya begitu", kata Beliau.

Wallahualam.. yang jelas Saya tidak berniat untuk datang ke tempat itu lagi. Alih-alih mengeluarkan racun, mungkin malah memasukkan racun.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengalaman Operasi Tulang Hidung Bengkok

A Long Road to Get Drivers License in NC

Padang Bulan dan Cinta di Dalam Gelas